Bicara Sembarangan, Menteri Jepang Mundur Dari Jabatan; Di Indonesia Malah Jadi Ikan Nemo


Bicara Sembarangan, Menteri Jepang Mundur Dari Jabatan; Di Indonesia Malah Jadi Ikan Nemo

Opini Bangsa - Menteri Jepang, yang mengawasi pembangunan kembali daerah yang hancur akibat tsunami pada 2011 dan bencana nuklir Fukushima, mundur pada Rabu 26 April 2017 setelah mengatakan bahwa lebih baik bencana tersebut melanda wilayah timur laut daripada Tokyo.

Masahiro Imamura terpaksa berhenti setelah ucapannya di pesta untuk anggota parlemen Partai Demokrat Liberal (LDP), yang berkuasa, dianggap menyakiti publik.

Saat berbicara tentang biaya akibat bencana alam, yang menyebabkan hampir 20.000 orang tewas atau hilang tersebut, Imamura mengatakan, "Lebih baik itu terjadi di timur laut daripada di Tokyo."

Tanggapan Imamura itu memicu teguran langsung dari Perdana Menteri Shinzo Abe, yang meminta maaf atas namanya.

Pengunduran diri Imamura yang begitu cepat ditujukan untuk meminimalkan citra buruk pemerintah Abe, yang telah dituduh berpuas diri tanpa adanya pihak oposisi.

"Ini adalah komentar yang sangat tidak pantas dan menyakitkan bagi orang-orang di zona bencana, sebuah tindakan yang menyebabkan orang-orang kehilangan kepercayaan padanya," kata Abe kepada wartawan setelah Imamura mengundurkan diri.

Di Jepang, pejabat negara telah tejadi beberapa kali.

Wakil Menteri Rekonstruksi Shunsuke Mutai pada tahun lalu menarik perhatian setelah memaksa seorang bawahan menggendongnya agar kakinya tetap kering saat ia mengunjungi daerah banjir. Dia berhenti pada bulan Maret pada malam peringatan keenam bencana 11 Maret setelah membuat lelucon tentang insiden tersebut.

Seminggu yang lalu Wakil Menteri Perekonomian, Perdagangan dan Industri, Toshinao Nakagawa, dipaksa untuk mengundurkan diri dari jabatannya setelah berita mengenai perselingkuhannya diketahui khalayak. Dia kemudian mengundurkan diri dari LDP.

Lain di Jepang, lain pula di Indonesia.

Di Indonesia, para pejabat bisa berbicara sesuka hati. Bahkan, seorang Gubernur saja harus sampai menjalani sidang dengan dugaan kasus penistaan agama.

Itu artinya, ada ucapan si Gubernur yang dianggap menyimpang karena membahas agama yang tak diimani, membahas agama di saat dan di depan audiens yang tidak tepat (membahas surat al maidah 51 di depan peserta budidaya ikan kerapu).

Hebatnya, bila di Jepang harus mundur, di Indonesia, Gubernur yang menyimpang itu masih bebas berkeliaran dan menjabat tanpa rasa malu, bahkan bisa menyebut dirinya ikan Nemo.

Bila bangsa Jepang mengenal budaya malu, entah ke mana raibnya budaya malu bangsa ini. [opinibangsa.id / pii]

[apikepol.com]

No comments:

Post a Comment